Kakak dan Sebuah Kesempatan
shop.gallerys,id Hayati tak henti-hentinya mengerang, tubuh di bagian bawahnya bersimbah darah, meski dokter sudah menjahit lukanya. Ia merintih sejadi-jadinya. Ruang ICU saat itu begitu kaku, Rea hanya terisak menatap kesakitan luar biasa ibunya. Hayati bahkan tidak mengenali anak yang ada di depannya. Ia hanya mampu meraung, “Sakit sekaaali … inilah sakit yang akan membunuhkuuu … tidak aaada tandingannya. Mamak … oh .…” Terbukalah pintu ruangan beku itu, tatapan nanar Hayati menangkap wanita tua berumur setengah abad di depannya. Ia erat mendekap tangannya, “Maafkan akuuu …,” isaknya mengguyurkan air mata. “Iya Dek, saya maafkan.” Jumriati menghibur, mengingatkan lembut adiknya untuk ber dzikrullah. Hayati lantang bertakbir dan ber istighfar, lalu mengerang. Begitu seteru...
