Mama untuk Alfafa
![]() |
Mama untuk Alfafa |
Ada 118.798 perempuan di kota ini! Sialnya, kenapa Bapak memilih dia menjadi Mamaku?
Aku sangat bersyukur kalau Bapak memilih nenek uzur daripada perempuan muda itu! Bukannya hidupku akan berakhir seperti Snow white atau Cinderella. Tapi, entahlah... bingung, karena mamaku adalah dia... dia yang selalu kupanggil namanya dulu.
Aku tidak bisa hidup tanpa Mama, dia menyayangi sebesar aku menyayanginya. Sampai-sampai teman-teman memanggilku anak ayam. Biarlah!
Karenanya, aku jatuh cinta pada perempuan yang mirip Mama bernama Kania. Tiap hari kulewati kelasnya tuk sekedar cuci mata dan hati, sialnya aku baru tahu kalau dia adalah pacar ketua kelasku. Meski kepunyaan orang lain, tak ada salahnya usaha, barangkali jodoh, siapa yang tahu?
Saat itu aku ke kelasnya lagi tuk curi pandang, lalu....
"Duhhh! Maafff!"
Wajah di depanku menyalang, aku tak sengaja menabrak teman kelas Kania. Dia bertolak pinggang. Diam dan mendengus.
"Tunggu!" panggilnya. Aku berbalik, "kamu suka Kania?" Aku hampir lupa bernapas karena tertangkap basah. "tidak usah malu! Kalau bukan Kania siapa lagi? Dia satu-satunya yang cantik di kelasku soalnya." Dia lalu mengeluarkan secarik kertas dan pulpen, gesit menulis, aku masih terdiam kaku. "ini daftar nama-nama cowok payah yang suka Kania."
Aku mengambil kertas itu. Sumpah! Ada 25 nama yang menjadi kandidat pesaingku yang terdeteksi, selebihnya masih dicari tahu, "Lalu?"
Siswi misterius itu tersenyum licik. Kami pun bersalaman. Fix sudah kami bekerjasama untuk merusak hubungan Kania dan ketua kelasku. Nyatanya dia yang bernama Mimi menyukai ketua kelasku. Kami mengatur hari untuk melaporkan progres rencana jahat kami. Si Mimi akan mencuci otak Kania dengan membesarkan namaku, sedang aku memuji-muji Mimi di depan ketua kelas. Informasi perulangan akan menstagnan otak untuk mengingat dan membenarkannya.
Akhirnya kami pun menggapai mimpi kami, konspirasi terselubung, aku tersenyum merona. Episode itu lenyap ketika dia yang digelar "Mama baru" datang menyiapkan sarapan, aku bergegas ke kamar. Sebentar melirik masakannya yang gosong. Bapak pun hanya tertawa. Lalu memanggilku makan. Tapi tak kuindahkan. Entah sejak Mama pergi, sifatku begitu jelek, hanya Kania yang bisa mengobatinya. Lalu Bapak....
"Hah?! Dia Mama baruku?!"
"Cantik, ya? Masih muda! Seumuran kita. " Andi tampak tertarik.
Aku menggeleng, "Kenapa dia?! Itu beneran dia?!" Kutatap sendu sang mempelai begitu cantik, bergaun putih. Ia tak sengaja menemukan sorot mataku. Alisnya berkerut, matanya pun berkaca-kaca.
Dan, apa dia masih mencintaiku?
"Tahu tidak, kamu gak harus jadi berengsek memperlakukan Mamamu seperti itu!" Dia berkomentar sembari membuat pancake yang meragukan. Pikiranku pun kembali ke dunia nyata.
"Apa? Mama? Hanya ada satu Mama dalam hidupku!"
"Kamu berubah!"
"Cih!" Aku menelan ludah, "cerai ... kalian harus cerai!" Kuacungkan kasar telunjuk ke wajahnya. Hal yang tidak pernah aku lakukan sebelumnya.
"Apa masalahmu?"
Aku hanya terdiam. Lalu memukul meja. Kondisi ini membuatku labil, apalagi Bapak sudah pergi ke kantor, dan menemukannya di dapur.
"Sana menikah! Biar kamu belajar tanggung jawab dan dewasa, dikuliahin malah kekananak-kanakkan!"
Sialan! Aku beranjak lalu menariknya. Sungguh aku masih sangat mencintainya, tapi ego melaraiku. Baunya yang khas masih sama. Bau melati. Aku rindu, "Aku sudah dewasa!" bisikku. Aku yakin dia akan meleleh.
Dan tubuhku terkapar di lantai keramik, "Anak ini! Mau kutabok apa?!" Ia menepuk-nepuk tubuhnya, seolah-olah membersihkan debu dan kuman, "kalau aku punya kekuatan Mamak Malin, sudah kukutuk kamu jadi batu! Dasar anak durhaka! Kamu itu harus memposisikan diri dengan benar, tunjukkan kalau kamu dewasa! Jangan terjebak dengan masa lalu! Kamu, kan, yang dulu memilih Kania!" cercanya galak sambil berkacak pinggang.
Ada 118.798 perempuan di kotaku! Sialnya, kenapa Bapak memilih dia menjadi Mamaku. Ternyata itulah alasannya! Mimi yang mungkin masih mencintaiku tapi memilih setia pada Bapak. Akulah yang pecundang! Lebih memilih Kania yang cantik, lalu membohongi diri dan ternyata aku telah jatuh cinta padanya. Dan Mimi juga begitu. Tapi tak ada yang mau bersaksi!
Sejak kejadian itu, aku pun kembali melanjutkan kuliah ....
Dan tidak akan pulang ke rumah, kecuali menemukan Mimi yang baru di kota lain. Semoga.
Komentar
Posting Komentar